Dia mengatakan, perolehan itu sudah hampir menyamai target laba pada kwartal pertama tahun ini. Dari perolehan laba itu, Rp 60 miliar berasal dari penjualan saham Indosat yang dimiliki oleh Jamsostek pada saat pengalihan saham dari Qtel ke Temasek.
Hotbonar menyebut, saham Indosat yang dilepas saat itu 56 persennya. Total gain yang diperoleh Jamsostek saat pengalihan saham itu Rp 212 miliar. Namun hanya Rp 60 miliar yang dicatatkan dalam laba rugi Jamsostek karena dana pembeliannya berasal dari dana non jaminan hari tua yang dikelola.
Sementara gain yang diperoleh dari pengelolaan dana jaminan hari tua, Rp 160 milar, seluruhnya dikembalikan pada peserta Jamsostek. “Sebagaimana kita ketahui kalau bicara investasi Jamsostek itu dibagi dua, menjadi dana jaminan hari tua yang menjadi milik peserta, dan non jaminan hari tua,” katanya.
Menurut dia, perkiraan akhir Februari ini, total investasi Jamsostek sektiar Rp 64 triliun. Setengahnya, ditanam di sektor obligasi, 30 persen pada deposito, dan 10 persen di saham.
Di sektor saham, terang Hotbonar, pihaknya memilih berhati-hati karena indeks harga saham dinilai belum pulih. Pun demikian dengan investasi di deposito yang saat ini, lterjadi gejala penurunan tingkat suku bunga akibat penurunan suku bunga Bank Indonesia.
Namun, lanjutnya, dana Jamsostek yang ditanam dalam bentuk deposito masih mendapatkan suku bunga di atas suku bunga Sertifikat Bank Indonesia. Bahkan, jauh di atas suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). “Karena Jamsostek itu sebagai institusi besar kalau menempatkan deposito bisa ratusan miliar, bisa memperoleh suku bunga jauh di atas bunga SBI, kemudian jauh di atas bunga LPS,” jelasnya.
Porsi obligasi dari dana yang dikelola Jamsostek, yang mencapai Rp 32 trilun. Dari jumlah itu, 75 persennya berupa Surat Utang Negara, termasuk di dalamnya Sukuk Ijarah (obligasi syariah) yang diterbitkan negara.
Sisanya, 25 persen berupa obligasi yang dikeluarkan oleh Badan Usaha Milik Negara dan 5 persen dari swasta berupa obligasi korporasi. “Mayoritas jaminan hari tua ditempatkan di obligasi, karena relatif tidak flutuatif, dan return-nya lebih besar dari deposito,” tandasnya.
AHMAD FIKRI