TEMPO.CO, Pangkalpinang - Sejumlah pengusaha smelter menolak rencana pemerintah melarang ekspor timah. Mereka menilai larangan ekspor itu hanya akan menimbulkan banyak kerugian.
Ketua Harian Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Eka Mulya Putra mengatakan para pengusaha meminta pemerintah dapat menyikapi rencana kebijakan tersebut secara bijaksana. "Kita memahami maksud pemerintah itu baik untuk melakukan nilai tambah kemudian penyerapan tenaga kerja termasuk penerimaan negara. Tapi ada persoalan lain yang akan dihadapi," ujar Eka kepada Tempo, Jumat, 22 Juli 2022.
Eka menjelaskan volumen produk turunan dari timah hingga kini masih belum signifikan. Bahkan untuk serapan didalam negeri, kata dia, juga masih sangat rendah.
"Hilirisasi dalam bentuk bahan jadi selama ini yang kita kenal dalam bentuk "wire" atau pasta timah yang serapannya masih kecil. Jangan sampai ini menjadi boomerang bagi kita sebagai daerah penghasil," ujar dia.
Menurut Eka, jika larangan ekspor tersebut diberlakukan maka hal itu justru akan berimbas pada penerimaan negara karena banyak pengusaha yang belum siap melakukan hilirisasi. "Tujuan kita bagus, tapi kalau kita belum siap, akhirnya kita akan mundur," tuturnya.
Eka juga sangsi bahwa larangan ekspor akan mendorong kenaikan harga timah global. "Apakah larangan ekspor ini akan paralel dengan harga timah di pasar dunia? Apakah harga akan terdongkrak? Itu belum ada jaminan juga."
Lebih jauh, Eka menyebutkan maraknya penyelundupan pasir timah adalah hal yang paling dikhawatirkan jika larangan ekspor diberlakukan. "Jika saluran ekspor terhambat, orang akan mencari jalan lain," ucapnya.
Penambang rakyat, menurut Eka, akan berpikir bagaimana melanjutkan ekonominya untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan perusahaan bakal berpikir bagaimana melanjutkan operasionalnya. "Kita prediksi penyelundupan pasir timah akan marak ke luar negeri. Negara akan dirugikan dari sektor pajak," katanya.