“Tiga skenario ini bahan bakar fosil tetap menjadi salah satu elemen energi, bahkan di dunia net zero emission,” ujarnya.
Perbedaan tiga skenario terletak pada kecepatan. Skenario Sky 1.5 bergerak lebih cepat karena konsisten dengan tujuan COP26. Dalam KTT COP26, banyak negara yang berkomitmen menargetkan Net Zero Emission pada 2050. Shell sendiri tengah mengembangkan Skenario Sketch untuk membantu Indonesia menemukan peta jalan paling efektif demi mewujudkan Net Zero Emission pada 2060.
Pengembangan skenario tersebut, lanjutnya, turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah dan asosiasi usaha energi. Ini juga komitmen Shell International untuk mempercepat transisi bisnis menuju perusahaan energi dengan net zero emission di 2050. Kenaikan harga energi dunia sedianya membuat perusahaan mendapatkan keuntungan.
Keuntungan dari kondisi tersebut akan dimanfaatkan oleh Shell untuk mendorong percepatan net zero emission. Malika menyampaikan, perusahaan akan memanfaatkan laba untuk mengalihkan operasionalisasi ke sistem yang lebih ramah lingkungan.
"Kami sekarang tidak hanya fokus pada investasi bahan bakar fosil. Kami punya fokus untuk mengembangkan bisnis yang mampu mendukung terciptanya nol emisi di 2030 atau 2060," kata Mallika.
Salah satu inisiatif yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut ialah melalui Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Shell mendukung upaya pemerintah Indonesia terkait EV battery.
“Di Eropa pun demikian, di inggris dan Belanda, kami punya target untuk menyediakan 500 ribu titik pengisian," katanya.
Vice President Trading and Supply PT Shell Indonesia, Sendy Soeriaatmadja, mengatakan pihaknya kini memiliki tiga SPKLU di Indonesia yang tersebar di tiga SPBU yakni, Pluit, Antasari, dan Jagorawi. "Kami tentu ingin segera menambah investasi SPKLU ini. Tapi kami juga menunggu tata cara monestasinya dari pemerintah," ucapnya.
Baca: Simak 11 Wilayah yang Wajibkan Beli Pertalite Pakai MyPertamina
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.