Heru tidak bisa memastikan berapa lama arus keluar ekspor kembali lancar seperti sebelum larangan. Namun ia memperkirakan ekspor lancar pada akhir Juni atau awal Juli.
Selanjutnya, faktor luar juga menjadi penentu kelancaran. Ketika larangan ekspor ditetapkan, buyer kemungkinan sudah meneken kontrak dengan negara lain sehingga tidak bisa serta-merta dibatalkan.
“Mereka (pengekspor) semenjak dibuka kembali ekspor kan harus menjalin komunikasi dengan buyer di luar. Ternyata tidak otomatis mau mengambil. Mungkin mereka sudah kontrak dengan negara lain. Malaysia contohnya. Sehingga, dia tidak bisa langsung putus kontrak,” katanya.
Selain itu, para eskportir harus menyesuaikan kembali karena harus mengurus dokumen domestic market obligation (DMO) sebelum mengirim kembali CPO ke luar negeri. Ia mengatakan saat ini pemerintah berupaya mengimbangi stok dalam negeri terjaga dan arus flush out keluar lancar. Harapannya, kondisi ini bisa mengerek harga TBS di kisaran Rp 3.000 per kilogram, seperti yang disepakati Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Bidang Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
“Bahkan Pak Menteri Pertanian menyampaikan kalau bisa Rp 3.400, karena melihat di Malaysia itu kan sekarang di kisaran Rp 5.400. Cuma masalahnya ini kait-mengkait. Ya efeknya pasti ke hulu atau stok tadi. Sekian lama kan ditutup sehingga keluarnya tidak serta merta langsung seperti sebelum ditutup,” tuturnya.