IEA dalam laporan Mei 2022 juga menyampaikan permintaan minyak dunia untuk 2022 diperkirakan akan meningkat rata-rata 1,8 juta bopd menjadi 99,4 juta bopd. Alhasil, kilang-kilang pengolahan di AS meningkatkan produksi hingga 93,2 persen, tertinggi sejak Desember 2019, untuk memenuhi tingginya permintaan seiring peningkatan ekspor produk olahan minyak.
Faktor lainnya adalah dalam laporan stok mingguan EIA (U.S. Energy Information Administration) untuk Mei 2022, yang mencatat terjadi penurunan stok gasoline sebesar 8,9 juta barel menjadi 219,7 juta barel atau terendah sejak Desember 2021, bila dibandingkan April 2022.
Harga minyak juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah seiring Iran menyita dua kapal tanker Yunani sebagai balasan atas penyitaan minyak mentah Iran oleh AS di perairan Yunani, meningkatkan kekhawatiran akan terganggunya pasokan minyak mentah via Selat Hormuz yang dilalui oleh sepertiga minyak mentah perdagangan dunia. Terakhir, menurunnya nilai tukar Dollar AS, seiring meredanya kekhawatiran akan resesi global dan investor menurunkan ekspektasi atas kenaikan suku bunga AS yang agresif.
Sementara untuk kawasan Asia Pasifik, peningkatan harga minyak mentah juga dipengaruhi oleh rencana pembukaan kembali secara bertahap pusat komersial Cina, Shanghai, setelah penerapan lockdown yang ketat selama 2 bulan dan permintaan petrokimia yang kuat di Cina dan India. Selain itu, peningkatan harga minyak juga dipengaruhi akibat peningkatan mobilitas regional yang lebih kuat khususnya di Korea Selatan, Indonesia, dan India.
Baca: Harga Minyak Turun Jadi USD 115,6 per Barel untuk Pengiriman Agustus
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini