Bahkan, menurut Tungkot, selama ekspor dilarang, yang terjadi malah penyelundupan minyak goreng ke luar negeri. "Jadi kebijakan ini tidak efektif."
Hal senada disampaikan oleh Anggota Dewan Pakar Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Wayan Supadno. Ia menyatakan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng telah berdampak serius kepada petani sawit.
Tahun lalu, total produksi CPO nasional pada 2021 tercatat sebanyak 52 juta ton. Sebanyak 34 juta ton (64 persen) di antaranya diekspor, sedangkan sisanya sebesar 18 juta ton (36 persen) digunakan untuk kebutuhan dalam negeri baik untuk pangan, energi maupun oleochemical.
Tapi karena 34 juta ton tersebut tidak boleh diekspor, kata Wayan, CPO tersebut tidak punya pasar. "Karena tidak punya pasar, PKS tidak mau memproduksi. Kalau PKS tidak berproduksi, maka wajar saja PKS tidak membeli TBS milik petani."
Walhasil, di banyak daerah petani tidak memanen TBS-nya sebab harganya sangat rendah. Akibatnya, TBS yang tidak dipanen tersebut akan menyuburkan jamur yang merusak pohon sawit.
Bila dibandingkan dengan sebelum adanya kebijakan larangan ekspor CPO dan produk turunannya, kata Wayan, harga TBS di tingkat petani bisa mencapai Rp 3.800 per kg. Tapi kini harga TBS jatuh hingga di kisaran Rp 500 - 2.000 per kilogram.
ANTARA
Baca: Terkini Bisnis: Besok Petani Sawit Demo, Jangan Harap Elon Musk Investasi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.