TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menilai langkah pemerintah melakukan moratorium ekspor untuk crude palm oil (CPO) dan minyak goreng hanya akan merugikan petani kecil.
Kebijakan ini bakal mendorong lonjakan harga di pasar perdagangan sekaligus menggerus harga komoditas di tingkat petani menjadi lebih rendah.
“Ini bisa merusak industri CPO secara keseluruhan, industri minyak goreng juga, dan merugikan petani petani kecil yang ada di pedalaman. Terutama, petani sawit kecil, pemilik lahan sawit sedang dan pemilik kebun sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan CPO, refinery atau pabrik minyak goreng,” ujar Deddy dalam keterangannya dikutip Sabtu, 23 April 2022.
Deddy mengatakan 41 persen pelaku industri sawit adalah petani dan pengusaha kecil. Saat ekspor itu dilarang, industri dalam negeri tidak akan mampu menyerap seluruh hasil produksi.
Sebab, kata dia, kebutuhan minyak goreng hanya sekitar 10 persen atau sekitar 5,7 juta ton per tahun, sedangkan produksinya mencapai 47 juta ton per tahun untuk CPO. Adapun 4,5 juta ton per tahun lainnya untuk palm kernell oil (PKO).
Deddy menilai, moratorium ini hanya akan menguntungkan pemain besar. Khususnya, mereka yang memiliki pabrik kelapa sawit, fasilitas refinery, pabrik minyak goreng, atau industri turunan lainnya. Mereka memiliki modal kuat, memiliki kapasitas penyimpanan besar, dan pilihan-pilihan lain untuk menghindari kerugian.
"Buah sawit itu tidak bisa disimpan lama, begitu dipanen harus segera diangkut ke pabrik kelapa sawit. Jika tidak, buahnya akan busuk. Akibatnya rakyat menanggung kerugian dan kehilangan pemasukan,” ucap dia.
Dia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau ulang kebijakan moratorium ekspor minyak nabati mentah dan minyak goreng ini. Kebijakan itu dianggap hanya efektif untuk jangka waktu pendek, yakni sebagai langkah menjaga pasokan di dalam negeri dan turun harganya di tingkat domestik.
Ketimbang memaksakan larangan ekspor CPO, Deddy meminta pemerintah memastikan distribusi minyak goreng sampai ke masyarakat berjalan lancar. Pemerintah, kata dia, perlu membuat regulasi yang ketat, melakukan pengawasan intens, dan mendorong digitalisasi tata-kelola perdagangan kelapa sawit yang terkoneksi dari hulu ke hilir.