TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Joko Widodo atau Jokowi mulai melihat rinci pengadaan barang dan jasa di pemerintahan pusat, daerah, sampai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tak hanya yang skala makro tapi juga mikro. Tapi setelah dipreteli, Jokowi mengaku miris karena pengadaan ini masih banyak diisi oleh barang-barang dari luar.
"Cek yang terjadi, sedih saya belinya barang-barang impor," kata Jokowi sambil geleng-geleng kepala dalam acara Pengarahan tentang Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia pada Jumat, 25 Maret 2022.
Untuk pengadaan barang dan jasa, eks Wali Kota Solo ini menyebut anggaran modal pemerintah pusat mencapai Rp 526 triliun. Pemerintah daerah lebih besar lagi yaitu Rp 535 triliun. Sementara di BUMN yaitu Rp 420 triliun.
"Ini duit gede banget, besar sekali, gak pernah kita lihat," kata Jokowi. Kalau saja 40 persen dari total anggaran modal pengadaan ini bisa dialihkan untuk produk lokal, kata dia, maka hal ini bisa memicu pertumbuhan ekonomi di pusat dan daerah sampai 1,71 persen.
Sehingga, kata dia, pemerintah tak usah cari investor lagi dan diam saja seraya konsisten membeli barang-barang yang diproduksi di pabrik dan UMKM lokal. "Bodoh
sekali kita kalau tidak melakukan ini," kata dia.
Akan tetapi yang terjadi, kata Jokowi, pelaku pengadaan barang dan jasa malah membeli produk impor. Jokowi tak ingin tren ini diteruskan karena praktik semacam ini hanya akan menyebabkan terjadinya capital outflow.
Padahal kalau dialihkan ke dalam negeri, akan muncul investasi dan bisa membuka sampai 2 juta lapangan kerja.
Jokowi lalu menyinggung beberapa contoh pengadaan seperti CCTV yang harus diimpor, padahal ada yang diproduksi di dalam negeri. "Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju, buat CCTV saja beli impor," kata dia.
Kemudian, seragam dan sepatu tentara hingga polisi yang dibeli dari luar negeri, di saat produksi lokal ada di mana-mana. Belum lagi impor alat kesehatan yang di dalam negeri ada, tapi masih membeli produk impor. "Jangan diteruskan," kata dia.
Baca Juga: