Hafisz menilai Mahendra dan Cyril sama-sama memiliki rekam jejak yang luas di bidang keuangan. Namun, ucapnya, secara politis Mahendra lebih diuntungkan karena selain memiliki pengalaman di bidang moneter dan keuangan, juga menjabat Wakil Menteri.
“Jam terbangnya juga cukup tinggi dan dia di setiap pemerintahan terpakai. Saya melihat ada peluang untuk menjadi Ketua.”
Sedangkan untuk posisi Wakil Ketua OJK, politikus PAN itu melihat Mirza memiliki peluang yang lebih besar karena lebih berpengalaman ketimbang Fauzi. “Fauzi tentu saja paham keuangan, pernah menjabat Kepala Eksekutif LPS, tapi kalau bicara jam terbang, Mirza lebih senior.” Sementara untuk lima posisi lain dianggap cukup seimbang.
Menurut Hafisz, komisioner OJK yang baru akan berhadapan dengan sorotan publik karena banyaknya kasus keuangan dan investasi. Ia menyatakan, pada kepimpinan OJK 2017-2022 banyak sekali persoalan di industri jasa keuangan, baik bank maupun nonbank. Dia mencontohkan kasus perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar karena menderita kerugian dalam investasi saham.
“Itulah kenapa pemilihan OJK kali ini menjadi pusat perhatian karena semua orang berharap OJK baru lebih baik dari OJK yang sekarang,” ujarnya.
Dia menilai, persoalan-persoalan yang terjadi dipicu oleh cepatnya perkembangan teknologi informasi di bidang keuangan yang tidak diimbangi dengan regulasi. Akibatnya, produk baru terus bermunculan, sementara regulasi terlambat, dan tindakan baru diambil setelah produk tersebut merugikan masyarakat.
Hafisz mencontohkan kasus pinjaman daring (pinjol) yang menelan banyak korban, bahkan sampai bunuh diri. “Pinjam Rp 1 juta, kembalikan Rp 10 juta, ini kan tidak masuk akal. Mestinya seperti ini cepat ditutup, tetapi saya lihat seperti tidak berdaya,” dia berujar.