TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sepekan, isu minyak goreng masih ramai menjadi perbincangan. Setelah stok minyak goreng kemasan langka di pasaran, pemerintah memutuskan membuat kebijakan baru yakni mencabut harga eceran tertinggi (HET).
Pencabutan HET berlaku untuk minyak goreng kemasan. Pemerintah bermaksud mengembalikannya ke harga keekonomian. Pada saat yang sama, pemerintah menaikkan HET minyak goreng curah dari Rp 11.500 menjadi Rp 14.000 per liter.
Setelah aturan baru keluar, mendadak stok minyak goreng kemasan yang semula raib menjadi penuh di rak supermarket, swalayan, maupun gerai-gerai retail. Namun harganya sudah naik dari semula Rp 14 ribu per liter menjadi lebih dari Rp 20 ribu—bahkan menyentuh Rp 25 ribu.
Sebaliknya, minyak goreng curah gantian langka di pasar tradisional. Para ibu rumah tangga hingga pedagang yang sehari-hari menjadi konsumen minyak goreng curah mengeluh kesulitan mendapatkan stok. Ekonom Institute for Development of Economics (Indef), Rusli Abdullah, menduga berbagai pihak menyulap minyak goreng curah yang harganya jauh di bawah harga minyak goreng kemasan menjadi minyak siluman.
Minyak siluman adalah minyak goreng curah yang dikemas ulang menjadi minyak goreng kemasan sederhana atau premium. Rusli mengatakan praktik itu marak lantaran banyak pihak ingin mengambil keuntungan dari gap harga yang lebar. “Kalau dilihat, gap minyak curah dan kemasan saja Rp 6.000. Itu sangat menarik,” ucap Rusli.
Dihimpun Tempo, berikut isu ramai tentang minyak goreng dalam sepekan.
1. Kebijakan HET minyak kemasan dan DMO dicabut, minyak curah disubsidi
Pemerintah telah menganulir Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 yang mengatur HET minyak goreng sawit Rp 14 ribu dan melepasnya pada harga keekonomian di pasar guna mengatasi masalah kelangkaan pasokan. Sedangkan untuk minyak goreng curah, pemerintah masih menetapkan kebijakan HET.