TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan harga komoditas dunia akibat operasi militer Rusia ke Ukraina akan mendorong tingginya laju inflasi Indonesia pada April atau menjelang Ramadan. Lonjakan harga komoditas membuat ongkos produksi yang berasal dari impor melambung.
“Produsen hanya tunggu momentum untuk mulai menyesuaikan harga jual di level konsumen, entah momentumnya pada April saat ada penyesuaian tarif PPN menjadi 11 persen atau menjelang Ramadan,” tutur Bhima saat dihubungi pada Selasa, 1 Maret 2022.
Badan Pusat Statistik atau BPS akan mengumumkan laju inflasi Februari pada hari ini. Bhima memperkirakan indeks harga konsumen (IHK) bulan lalu belum terpengaruh oleh gejolak geopolitik di Ukraina.
IHK akan cenderung mengarah ke deflasi atau inflasi yang sangat kecil lantaran harga-harga komoditas yang memiliki pengaruh besar terhadap indeks harga masih stabil. Ia mengestimasikan IHK Februari mengalami deflasi 0,01 persen atau inflasi hingga 0,02 persen secara month to month--lebih rendah ketimbang inflasi Januari 0,65 persen.
Namun, dia melihat laju inflasi selama Februari sebenarnya semu karena indeks harga konsumen berisiko mengalami kenaikan pada beberapa bulan mendatang. Dia mencontohkan harga energi yang mulai naik secara beruntun.
Pertamina, misalnya, kembali meningkatkan harga jual LPG non-subsidi pada 27 Februari akibat pengaruh kenaikan tarif acuan contract price aramco. Padahal harga gas sudah mengalami penyesuaian pada Desember 2021 lalu.
Menyusul LPG, ada kemungkinan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax, Pertalite, hingga tarif dasar listrik merangkak naik dalam waktu dekat. “Ditambah lagi pengeluaran untuk shipping cost atau biaya pelayaran masih mahal,” kata Bhima.
Baca Juga: Dolar AS Menguat di Tengah Ketegangan Ukraina-Rusia