TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, mengkritik kebijakan pemerintah mengenai pemberian kuota dan pemberian konsesi dalam rencana penangkapan ikan terukur. Kebijakan yang diatur oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan itu berlaku mulai Maret 2022.
"Sebaiknya pengelolaan laut tidak dijadikan/disamakan seperti pengelolaan hutan dengan HPH (hak pengusahaan hutan)," ujar Susi melalui akun Twitter pribadinya, @susipudjiastuti, 24 Februari 2022.
Susi meminta Menteri Kelautan dan Perikanan meninjau kembali ketentuan yang bakal diterapkan di wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPP-RI) tersebut. "Sebaiknya Pak MenKP @saktitrenggono melakukan peninjauan kembali rencana kuota dan konsesi wilayah tangkap di laut," ucap Susi.
Koalisi masyarakat menyatakan menolak sistem kontrak dalam kebijakan terukur lantaran akan merugikan nelayan. Penolakan diserukan oleh Pandu Laut Nusantara bersama delapan organisasi yang tergabung dalam KORAL.
KKP akan mengenakan kuota industri untuk pelaku usaha seiring dengan mekanisme kontrak yang berlaku di empat zona penangkapan ikan terukur. Keempat zona itu meliputi WPP 711; WPP 716 dan 717; WPP 715, 718, 714; serta WPP 572 dan 573.
Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Kebijakan Publik KKP, Wahyu Muryadi, mengatakan aturan mengenai kuota dan sistem kontrak justru akan memperbaiki tata-kelola penangkapan ikan di wilayah perikanan Nusantara. Ia berujar, selama ini negara hanya memberikan izin penangkapan ikan terhadap pelaku usaha tanpa mengatur pembatasan.