TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman RI menanggapi rencana pemerintah mewajibkan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat mengakses sejumlah layanan publik. Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mewanti-wanti agar penerapan aturan baru disosialisasikan dulu ke masyarakat dan diiringi dengan perbaikan layanan di lapangan.
"Sekarang ada pembebanan terhadap peserta BPJS Kesehatan yang mau ngurus pelayanan publik, SIM, STNK, haji, dan lainnya," kata Hery, Selasa, 22 Februari 2022. "Saya kira itu sudah diatur di undang-undang BPJS, tapi kan itu pengaturan lebih ke pemberi kerja."
Ia pun mengaku dapat mengerti bila kemudian ada terjadi perdebatan setelah pemerintah mewajibkan kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai syarat masyarakat mengakses layanan publik. "Ketika ini digeneralisir kepada seluruh warga negara, ini saya kira wajar saja melahirkan kontroversi," tuturnya.
Adapun langkah pemerintah itu tak lepas dari upaya menggenjot optimalisasi pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN. Dengan upaya itu, kepesertaan aktif JKN pun didorong untuk menjadi syarat dalam mengakses sejumlah layanan publik.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi lalu mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Lewat Inpres tersebut, kepala negara menginstruksikan kepada 30 kementerian/lembaga untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan optimalisasi program JKN.
Beberapa poin dalam Inpres tersebut, sejumlah menteri dan pimpinan lembaga diminta mengupayakan agar masyarakat yang mengakses layanan publik sudah menjadi peserta aktif JKN, seperti pengurusan ibadah haji dan umrah hingga pengurusan SIM, STNK, dan SKCK.