TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indra mengkritisi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 yang mengatur tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).
Ia menilai aturan yang menyebutkan JHT baru bisa dicairkan 100 persen saat usia 56 tahun ini akan membuat pekerja kehilangan pengamanan ekonomi saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Jadi sebagai sebuah hak maka semestinya dapat diambil saat pekerja berhenti bekerja, baik karena memasuki usia pensiun maupun karena ter-PHK atau mengundurkan diri,” katanya dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 12 Februari 2022.
Padahal, secara prinsip JHT adalah uang pekerja yang dipotong setiap bulan dari upah yang diberikan dan pekerja berhak atas dana itu. Tapi sejak pengesahan Undang-undang Cipta Kerja, posisi pekerja makin lemah sebab mudah terkena PHK dan uang pesangon tergerus signifikan.
Indra menjelaskan, jika JHT baru bisa dicairkan 100 persen saat usia pensiun, maka pekerja makin rentan dan tidak mendapatkan perlindungan dengan situasi ekonomi yang belum cukup pulih dan rawan adanya PHK.
“Pekerja yang kena PHK biasanya akan mengalami goncangan masalah ekonomi, sebab itu mereka membutuhkan dana JHT dalam memenuhi kebutuhannya maupun sebagai dana menambah modal usaha,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah wajib mendengar suara penolakan dari kalangan pekerja yang terus menggema. Saat 2015, kata Indra, pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan serupa dan akhirnya dicabut karena mendapatkan penolakan luas.
Saat ini sudah 140 ribu orang lebih menandatangani petisi yang menolak pemberlakuan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 dan angka itu bisa terus bertambah. “Jika pemerintah peka, suara publik ini juga wajib didengar,” kata Indra.