Kondisi tersebut, jelas Arcandra, menunjukkan kebutuhan gas di Eropa pun akan sangat signifikan dalam masa transisi.
"Artinya kesempatan kita dalam masa transisi untuk lebih menggunakan gas (lebih tinggi) karena jauh lebih bersih dibanding dibandingkan batu bara dan diesel," katanya.
Kendati gas tidak sepenuhnya bersih karena berbasis fosil, Arcandra menilai sumber energi itu bisa digunakan di masa transisi dan dikombinasikan dengan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT).
Hal itu lantaran listrik dari gas hanya butuh waktu sekitar 10 menit untuk masuk ke jaringan listrik utama. Sementara jika menggunakan PLTU, dibutuhkan waktu 10-11 jam sampai listrik masuk dalam jaringan dan bisa digunakan jika listrik dari sumber EBT habis atau tidak bisa digunakan.
"Jadi apa yang punya performance yang kurang lebih sama dengan batu bara? Untuk masa transisi adalah gas, tapi untuk renewable energy (di masa depan), ya geothermal. Geothermal bisa berfungsi seperti batu bara yang bisa hasilkan energi sepanjang waktu. Tidak bergantung pada ada matahari atau tidak, dan tidak bergantung pada ada angin atau tidak," ungkap Arcandra Tahar.
BACA: PGN Raup Pendapatan Rp 30 Triliun hingga Triwulan III 2021