Sebagai catatan, jumlah pengaduan pada 2021 ini masih lebih rendah dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Pada tahun 2017 misalnya, YLKI menerima sebanyak 642 pengaduan, 2018 sebanyak 564 pengaduan, dan 2019 sebesar 563 pengaduan.
Soal aduan terkait pinjaman online ilegal atau pinjol ilegal, Tulus sebelumnya menyebutkan kunci utama yang harus dibenahi adalah terus meningkatkan literasi keuangan digital masyarakat khususnya terhadap teknologi finansial (fintech).
"Ini efeknya tidak main-main, ketika konsumen transaksi secara digital, fintech, e-commerce, itu mayoritas tidak baca syarat dan ketentuan yang berlaku sehingga terjebak berbagai aturan yang terjadi di kemudian hari, yang sangat merugikan dirinya," kata Tulus pada awal September 2021 lalu.
Dengan literasi yang rendah, menurut dia, masyarakat gampang tergoda terhadap penawaran pinjaman dengan syarat yang mudah dan tanpa jaminan. Masyarakat tidak menyadari saat bertransaksi pinjol yang menjadi jaminan adalah data pribadi.
YLKI juga mendorong adanya Undang-Undang yang mengatur perlindungan data pribadi untuk melindungi konsumen dari dampak negatif digital ekonomi. Belum adanya Undang-Undang terkait data pribadi hingga kini, menurut Tulus, adalah ironi di tengah upaya pemerintah yang membuka lebar pengembangan digital ekonomi yang menggunakan basis data pribadi.
BISNIS
Baca: Terpopuler Bisnis: Faisal Basri soal Salah Diagnosis Ekonomi, NFT Masuk SPT
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.