"Ini terkesan pemerintah tidak peduli dengan beban rakyat dan lebih peduli ke lingkungan. Aneh. Padahal perbedaan oktan selisih 1 angka tidak banyak memperbaiki kondisi lingkungan yang ada motif bisnisnya tinggi sekali," ujar Achmad.
Di sisi lain, harga elpiji non subsidi naik lebih tinggi menjadi 17 persen. Pertamina menaikkan harga gas mulai 25 Desember 2021. Di pengecer resmi, gas tabung 12 kilogram menjadi Rp 163.000. Namun, Achmad menuturkan harga di pengecer tidak resmi di Jakarta bisa mencapai Rp 180.000.
"Seharusnya daripada menarik subsidi gas dan energi sebaiknya pemerintah melakukan penghematan fasilitas kepada pejabat publik dan mencari sumber penerimaan negara selain pangan, sembako dan energi terutama sektor digital," ujar dia.
Ia mengatakan pemerintah dalam situasi seperti ini seharusnya mencari solusi penerimaan negara selain dengan menaikkan harga dan membebankan pajak tambahan PPN dan cukai.
Achmad mengingatkan bahwa per 1 Januari 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menaikkan harga cukai rokok juga sebesar 12 Persen. Tidak hanya cukai rokok, harga pangan dan harga energi yang naik.
Pemerintah juga menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022 nanti.
"Jadi, beban hidup rakyat makin berat di tahun 2022 dimana Penghasilan, kesejahteraan, kesempatan berusaha dan daya beli semua menurun, sementara di sisi lain PPN, Cukai naik begitu juga angka korupsi pejabat meningkat," ujarnya.
Baca: PLN Defisit Batu Bara, ESDM Sebut Listrik 10 Juta Pelanggan Terancam Padam
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.