Tapi dalam jangka pendek, Malaysia butuh pasokan peladang sawit dari Indonesia. Sehingga, Malaysia menawarkan adanya perjanjian Government to Government atau G2G, dengan harapan pengiriman tenaga kerja ini lebih sistematis dan terlindungi. “Agar tidak dianiaya, tidak disalahgunakan, dan di-training dengan baik,” kata dia.
Menurut Zuraida, pemerintah Malaysia juga akan memastikan perjanjian G2G ini membuat peladang sawit asal Indonesia bisa dilayani dengan lebih baik. Mereka diberikan hunian yang layak dan majikan pun diwajibkan untuk mengajak pekerja ini untuk bisa berwisata juga di luar pekerjaan.
Airlangga Hartarto menyebut kerja sama ini akan ditangani oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah. Ia pun menjamin kerja sama G2G ini akan membuat para peladang berstatus pekerja formal. Sehingga, hak-hak pekerja ini terlindungi. “Sehingga ini tidak hanya mendorong kerja sama kami (Indonesia dan Malaysia) di pasar ekspor, tapi juga dalam proses produksinya,” kata dia.
Deputi II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Perekonomian Musdalifah Machmud mengatakan Malaysia memang berjanji akan memberikan jaminan yang lebih baik bagi pekerja Indonesia. “Sebelumnya kan banyak yang dikerjain agen-agen, sekarang dijamin G2G, bahwa semua fasilitas mereka yang siapkan,” kata dia.
Selama ini, kata Musfalidah, peladang Indonesia yang bekerja di kebun sawit Malaysia memang bukan hal baru. “Kemarin kan pulang pas pandemi, jadi sekarang mereka kekurangan, dan ajak kembali lagi,” kata dia.
Musdalifah belum merinci angka pasti pekerja yang bakal di Malaysia, namun mencapai ribuan. Menurut dia, komunikasi lebih rinci dilakukan oleh Ida Fauziyah. “Tetap mereka akan konsolidasi dengan agen pekerja, dengan jaminan disediakan oleh Malaysia, jadi carrying-nya (biaya transportasi) itu kan ada biaya, itu di-cover Malaysia, janjinya seperti itu,” kata dia.
Baca: Tambahan 4 Anggota Baru, Airlangga: CPOPC Bisa Kuasai 92 Persen Sawit Dunia