Menurut dia, penurunan produksi juga diperkirakan terjadi di Indonesia. "Dari target 49 juta ton mungkin akan dihasilkan 47 juta ton," ujar dia. Tak hanya minyak berbahan baku sawit, harga minyak kanola juga naik lantaran produksi di Kanada turun sekitar enam persen. Persoalan itu juga diperparah dengan adanya krisis energi di berbagai negara, misalnya Cina, India, dan Eropa.
Khusus untuk di Indonesia, kenaikan harga minyak goreng itu terjadi lantaran kebanyakan entitas produsen minyak goreng dan CPO berbeda. Artinya produsen minyak goreng tergantung pada harga CPO. Karena itu, ketika harga minyak sawit mentah melonjak, harga minyak goreng curah dan kemasan sederhana ikut meningkat tajam.
Harga minyak goreng itu jauh melampaui harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp 11.000 per liter. Menurut Oke, HET itu disusun saat harga CPO di kisaran US$ 500-600 per metrik ton, sementara saat ini harga CPO berada di atas US$ 1.365 per metrik ton.
Pemerintah pun segera melarang peredaran minyak goreng curah mulai 1 Januari 2021. Kebijakan ini diterapkan untuk menjaga harga minyak goreng tetap terkendali. Oke mengatakan selama ini harga minyak curah sangat bergantung kepada harga minyak sawit mentah. Sehingga, ketika harga CPO melonjak, harga minyak curah juga melambung.
"Beda dengan kemasan. Kalau minyak dalam kemasan dapat disimpan jangka panjang, bisa diproduksi terlebih dahulu, sehingga harganya terkendali," ujar Oke.
Baca: Ahok Tolak Rencana Akuisisi Produsen Mobil Listrik Jerman: Narasinya Untuk Apa?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.