Garuda Indonesia kini membutuhkan setidaknya tambahan Rp14,32 triliun atau US$ 1 miliar untuk membayar utangnya dan tetap bertahan. Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan bahwa perseroan sedang dalam pembicaraan dengan kreditur untuk merestrukturisasi utang senilai US$ 6,3 miliar. Pembicaraan tersebut diharapkan bisa rampung pada kuartal kedua tahun depan.
Perusahaan maskapai pelat merah itu telah menyiapkan sejumlah opsi dalam negosiasi utang, termasuk beralih ke instrumen misalnya obligasi konversi wajib atau pinjaman bank tanpa kupon. “Kami sedang bernegosiasi dengan banyak pihak. Jadi preferensi mereka pun beragam," kata pria yang akrab disapa dengan Tiko tersebut.
Tiko menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin mempailitkan Garuda. "Yang kami lakukan adalah mencari cara untuk menyelesaikan persoalan utang, baik di luar proses pengadilan maupun di dalam pengadilan,” ucapnya.
Saat negosiasi restrukturisasi rampung, kata Tiko, Garuda bakal memiliki US$ 1 miliar untuk membayar kewajibannya dan untuk modal kerja. Dengan kebutuhan pembiayaan cukup besar, pemerintah mulai berpikir realistis dan membuka kemungkinan investor swasta untuk menjadi pemilik mayoritas. “Kami terus melakukan pembicaraan dengan sejumlah pihak,” tuturnya.
Tiko menyebutkan Garuda Indonesia harus memangkas utang di kisaran 70–80 persen supaya dapat bertahan. Per akhir Juni tahun ini, laporan keuangan menunjukkan perseroan memiliki ekuitas negatif senilai US$ 2,8 triliun.
BISNIS
Baca: Dilaporkan ke KPK soal Bisnis PCR, Luhut Tenangkan Istri: Tidak Ada yang Salah
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.