TEMPO.CO, Jakarta – Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, mengatakan transformasi Indonesia menuju energi baru terbarukan (EBT) perlu masa transisi. Masa transisi harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai hal.
“Saya pikir kita harus sedikit belajar dari pengalaman, seperti yang kita alami saat krisis energi, bahwa transisi energi harus dilakukan dengan hati-hati,” ujar Chatib Basri dalam diskusi COP26 bertajuk Fiscal Innovations to Deliver on a Climate-Smart Recovery di Youtube Bank Dunia, Rabu, 3 November 2021.
Diskusi bersama Bank Dunia membahas bagaimana inovasi fiskal dapat mendorong pemulihan ekonomi hijau dan memfasilitasi aksi-aksi untuk mengatasi perubahan iklim dalam jangka panjang. Chatib memaparkan, untuk mendorong ekonomi hijau tersebut, Indonesia memiliki kebijakan mendukung masuknya investasi di sektor energi baru terbarukan.
Investasi hijau yang beberapa tahun lalu dianggap mahal, saat ini bukan lagi menjadi masalah utama bagi negara. Namun untuk merealisasikan transformasi energi seiring dengan masuknya investasi hijau itu, Chatib memandang Indonesia perlu memiliki peta jalan. Tujuannya agar transisi energi bisa diterima oleh semua pihak.
“Karena persoalannya adalah bagaimana mitigasinya, bagaimana kebijakan tersebut lebih dapat diterima,” ujar Chatib.
Di sisi lain, Indonesia telah memiliki inisiasi untuk memberikan dukungan fiskal terhadap keberlangsungan ekonomi hijau di masa pandemi Covid-19. Di samping bantuan sosial tunai kepada masyarakat yang digelontorkan selama wabah, Indonesia memberikan ruang stimulus hijau bagi rehabilitasi hutan bakau atau mangrove.