Pertama, bagaimana menciptakan regulatory framerowk. Kedua, bagaimana merancang institusi yang kredibel untuk mengaturnya. Ketiga, apa saja instrumen keuangan digital yang bisa diterbitkan oleh fintech.
"Sehingga (fintech) bisa menciptakan inklusi keuangan yang aman dan adil, ketimbang eksploitatif, untuk kelompok masyarakat dengan literasi keuangan yang rendah," kata dia.
Sri Mulyani menyadari saat ini semakin banyak orang yang bergantung pada teknologi digital dalam keseharian mereka.
Walau ada dampak buruk, dia menyebut ekonomi syariah tetap perlu mengadaptasi perkembangan teknologi digital. Contohnya untuk mengembangkan lembaga keuangan mikro seperti Baitul Maal Wat Tamil (BMT) dan koperasi syariah.
Untuk BMT misalnya, Sri Mulyani menyebut saat ini sudah 4.100 unit di Indonesia yang memberikan akses keuangan mikro bagi masyarakat di pedesaan. "Kami melihat BMT punya peran yang penting dalam menyediakan alternatif keuangan dan menciptakan daya tahan d tengah pandemi ini," kata dia.
Maka dengan mengadopsi teknologi digital, Sri Mulyani yakin biaya yang dikeluarkan lembaga seperti BMT bisa berkurang dan proses bisnisnya lebih efisien. Sehingga, kata dia, perkembangan teknologi digital dan juga keuangan digital benar-benar bisa menjadi solusi, dan juga sejalan dengan nilai-nilai Islam.