TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir, Arya Sinulingga, menjelaskan penyebab bengkaknya biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Berdasarkan informasi sebelumnya, biaya proyek sepur kilat itu diperkirakan mengalami cost overrun sekitar US$ 1,9 miliar (Rp 27,17 triliun, asumsi kurs Rp 14.300 per dolar AS).
"Kenapa sampai anggarannya bertambah? Di mana-mana ketika kita membuat kereta api cepat atau yang seperti ini, jalan tol dan sebagainya, di tengah jalan itu pasti ada perubahan-perubahan desain," ujar Arya melalui pesan suara kepada wartawan, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Ia mengatakan perubahan desain itu terjadi lantaran kondisi geologis dan geografis yang berbeda dari perkiraan awal. Menurut dia, hal tersebut juga kerap dialami oleh banyak negara terutama yang pertama kali membuat proyek serupa.
Penyebab kedua, kata Arya, adalah kenaikan harga tanah yang berimbas kepada kenaikan biaya proyek. "Ini dua yang membuat anggaran jadi naik."
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengubah sikapnya soal pendanaan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kini Jokowi memberi izin dana dari APBN mengalir untuk menambal biaya pada proyek ini.
"Pendanaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat berupa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dengan memperhatikan kapasitas dan kesinambungan fiskal," demikian bunyi Pasal 4 ayat 2 pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021.
Aturan baru ini diteken Jokowi pada 6 Oktober 2021 dan menggantikan Perpres 107 Tahun 2015. Salah satu yang diubah Jokowi adalah Pasal 4 soal pendanaan.
Adapun Pasal 4 ayat 2 di Perpres 107 berbunyi, "pelaksanaan penugasan tidak menggunakan dana dari APBN serta tidak mendapatkan jaminan pemerintah."
Perpres 107 ini diteken Jokowi pada 6 Oktober 2015. Sebulan sebelumnya, 3 September 2015, Jokowi juga mengutarakan keputusannya untuk tidak menggunakan APBN di proyek tersebut.
"Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk B to B. Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi," kata Jokowi.
Belakangan, biaya proyek ini membengkak hingga Rp 27 triliun. Sehingga dalam beberapa bulan terakhir, rencana menyuntik Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN yang menggarap proyek ini sudah mencuat.
Sampai akhirnya kini diatur resmi di Perpres 93. Lewat beleid ini, Jokowi merinci pembiayaan dari APBN dilakukan dalam dua bentuk. Bentuk pertama yaitu PMN kepada pimpinan konsorsium BUMN yang menggarap proyek ini.
Lalu, bentuk kedua pembiayaan APBN adalah penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN. Penjaminan dapat diberikan bila konsorsium butuh pinjaman untuk menambah modal akibat pembengkakan biaya ini.
Penjaminan baru untuk Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan diberikan ketika dana dari PMN tidak cukup. Sehingga, Menteri Keuangan dapat menugaskan badan usaha penjaminan infrastruktur untuk melakukan penjaminan ini.
CAESAR AKBAR | FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: Jokowi Buka Peluang APBN Danai Proyek Kereta Cepat, Indef: Preseden Buruk