Lalu Bab IV Pasal 7 Ayat 1, diatur bahwa tarif PPN yang saat ini sebesar 10 persen akan menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Selanjutnya, tarif tersebut juga akan kembali naik menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Belum ada informasi tambahan yang disampaikan Febrio terkait berbagai aturan baru ini. "Sejauh ini yang bisa kami sampaikan adalah pembahasannya sangat kondusif, berdampak sangat positif bagi ekonomi dan fiskal," kata dia.
Walau demikian, penolakan atas RUU usulan pemerintah ini muncul dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Setidaknya ada dua alasan PKS menolak, yaitu terkait PPN dan Tax Amnesty.
Pertama, PKS tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN tersebut. Menurut perwakilan PKS di Komisi Keuangan DPR, Ecky Awal Munawar, Kenaikkan tarif PPN akan kontraproduktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional.
Selain itu, PKS juga menolak tax amnesty jilid 2. Sebab, kebijakan ini dinilai akan menunjukan kebijakan perpajakan Indonesia yang semakin timpang dan jauh dari prinsip-prinsip keadilan.
Ecky pun mengingatkan bahwa pada 2016, PKS secara resmi juga telah menolak tax amnesty jilid 1 yang didasari oleh sikap sesuai platform kebijakan pembangunan PKS. "Di mana kebijakan perpajakan adalah menegakkan prinsip keadilan," kata dia.
Hari ini pun, PKS juga bakal kembali menyuarakan penolakan atas RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini. Penolakan itu akan disampaikan di akun YouTube mereka, PKSTV DPR RI pada pukul 13.30 WIB.
Baca: Isi RUU IKN: Kepala Ibu Kota Baru Ditunjuk Presiden, Masa Jabatan 5 Tahun