1. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM.
Menurut ESDM, Kebocoran disebabkan oleh kegagalan daerah lasan (Heat Affected Zone) akibat korosi. Sementara, kebakaran disebabkan adanya unsur segitiga api yaitu dari udara, dari kebocoran HC dinding Tangki dan Panas (diduga dari Trafo area SS-24) yang menyulut kebakaran.
2. Pusat Penelitian Petir di perusahaan milik kampus, yaitu PT LAPI ITB.
Kebocoran terjadi akibat sambaran petir travelling yang mendegradasi dinding Tangki G hingga terjadi penipisan.Sementara, kebakaran terjadi akibat sambaran petir dan menimbulkan segitiga api.
3. Det Norske Veritas (DNV)
DNV hanya menyampaikan penyebab kebocoran. Menurut mereka, kebocoran disebabkan oleh korosi pada dinding bagian dalam yang tidak terdeteksi saat inspeksi dilakukan. Korosi tak terdeteksi sebelum dinding tangki mencapai kondisi kritis, yang diakibatkan pembebanan yang melebihi batas kemampuan saat itu
4. Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Sementara, hasil yang sedikit berbeda disampaikan BPPT. Mereka menyebut tidak ada indikasi terjadinya local thinning maupun penurunan thickness yang tinggi di tangki. Menrurut mereka, kondisi Tangki G yang terbakar secara identik sama dengan tangki lain seperti Tangki D, yang kuat dan reliable.
BPPT mencatat ketebalan dinding sekitar 4,19-8,82 mm. Sementara ketebalan dinding yang dapat menyebabkan kebocoran harus berada kurang dari 1.5 mm.
BACA: Dirut Pertamina: Hasil Investigasi Kebakaran Kilang Balongan jadi Standar