Kelompok kedua yaitu 715 masalah sebesar Rp 2,73 triliun. Rinciannya yaitu 378 penyimpangan administrasi, 251 kerugian (Rp 453,77 miliar), 12 potensi kerugian (Rp 2,69 miliar), dan 74 kekurangan penerimaan (Rp 2,28 triliun).
Kelompok ketiga yaitu 887 masalah terkait kelemahan sistem pengendalian internal. Untuk kelompok ketiga ini, tidak ada anggaran yang bermasalah, yang dicantumkan BPK.
Sehingga, BPK menyimpulkan bahwa efektivitas hingga kepatuhan pengelolaan keuangan negara dalam kondisi Covid-19 ini tidak sepenuhnya tercapai. Penyebabnya ada tiga, pertama alokasi anggaran Covid-19 dalam APBN belum teridentifikasi dan terkodifikasi secara menyeluruh.
Kedua, pertanggungjawaban dan pelaporan program, termasuk pengadaan
barang dan jasa, belum sepenuhnya sesuai aturan. Ketiga, pelaksanaan program dan kegiatan manajemen bencana penanganan Covid-19 tidak sepenuhnya efektif.
Dengan adanya temuan dan kesimpulan tersebut, BPK pun telah memberi sejumlah rekomendasi kepada pemerintah. Di antaranya yaitu menetapkan grand design rencana kerja Satgas Covid-19 yang lebih jelas dan terukur, serta menyusun identifikasi kebutuhan barang dan jasa dalam penanganan Covid-19.
Berikutnya, memprioritaskan penggunaan anggaran untuk penanganan Covid-19, mengatur prosedur pemberian insentif, mengatur pemenuhan dan pelaporan distribusi alat kesehatan, hingga pengujian kewajaran harga dari rekanan.
Selanjutnya, memvalidasi data penerima bantuan by name by address dan menyederhanakan proses penyaluran bantuan ke penerima. Lalu rekomendasi terakhir yaitu memproses indikasi kerugian negara dan daerah.
Baca Juga: Dadang Suwarna Ajukan Keberatan atas Terpilihnya Nyoman Adhi sebagai Anggota BPK