Kadri juga merasakan nasib yang sama. Ia mengaku selama pandemi juga tidak mendapatkan bansos. “Mulai yang dari beras , lah, Rp 300 ribu, Rp 600 ribu, sampai yang katanya ini juga 1,2 juta ga dapat sama sekali,” katanya.
Mereka mengatakan pengelola kawasan jajanan itu atau RW Kebon Kacang juga tidak pernah memberi tahu akan adanya bantuan ini. Bahkan, tidak tanya soal data-mendata untuk menerima bansos PKL dan warteg.
Hal tersebut juga dirasakan oleh karyawan warteg Warmo Tebet Agung Riyadi. Ia menyatakan dirinya tahu akan bansos untuk PKL dan warteg. Namun, sampai sekarang juga belum terealisasikan.
Lebih lanjut, Agung mengatakan jika bansos tersebut cair maka akan digunakan untuk mengelola warung makan tersebut , bahkan dibagikan ke para karyawan. “Kitanya (karyawan) dapat juga,” katanya.
Menurutnya, pemerintah seharusnya memberikan lebih dari Rp 1,2 juta kepada pada pedagang, seperti memberikan modal untuk jualan. “Pemerintah seharusnya wajib ngasih modal. Buat memutar modal,” katanya.
Pria asal Tegal ini juga mengaku tidak mendapatkan bansos selama pandemi ini. Bahkan, dirinya rantau ke Jakarta pun tidak mendapatkan bansos sepeserpun. “Di kampung saya (Tegal) juga ga dapat, di sini (Jakarta) juga tidak dapat,” katanya.
Kerabat Kerja Agung, Kartolay, juga mengatakan hal yang senada dengan Agung. Bahkan, ia memaparkan keadaan warteg sebelum PPKM hingga adanya PPKM ini. “Berdampak juga kepada pendapatan karyawan, jumlah pembeli , bahkan ada yang phk,” kata Kartolay.
PPKM ini menyebabkan pemangkasan pada karyawan warteg secara perlahan-lahan. Sebelumnya, Warteg Warmo ini memiliki karyawan sebanyak 20 orang. Namun sekarang hanya ada 7 karyawan. “Perlahan-lahan phk-in nya, awal PPKM darurat itu di phk-in 10 orang, terus PPKM longgar ini dikurangi 3,” katanya.