Bernardus memaparkan hal lain yang akan ikut pula memicu IHSG lebih bergeliat. Yaitu menguatnya sektor komoditas, terlebih Indonesia sebagai salah satu pemasok terbesar di dunia. Dia mengatakan harga batu bara naik 86,02 persen sampai akhir Juli. Pada September harganya mencapai US$175 per ton dan menjadi tertinggi sejak 2018.
Pun demikian dengan harga timah yang naik 74,16 persen dan nikel 18,02 persen. Di dalam negeri, optimisme pasar pun terdorong dengan keberhasilan pemerintah menekan laju Covid-19 Varian Delta dan memasifkan program vaksinasi. Hal itu lantas memutar kembali roda perekonomian lebih kencang.
Bernardus memberi gambaran, memasuki semester kedua, utamanya pada September, biasanya merupakan bulan berdarah bagi IHSG. Data menyebutkan, pada bulan tersebut pada periode 2018-2020 IHSG masuk zona merah.
Kendati demikian, data dari 2017-2020 yaitu pada Oktober IHSG selalu di zona hijau dan satu tahun di zona merah. Dia menyebut, pasar pada September memang bergejolak termasuk pada 2021.
Tetapi, ia menilai hal itu adalah kesempatan bagus untuk melirik melihat saham apa yang berpotensi dikoleksi ke depan. Oleh karena itu, menurutnya, investor tak perlu khawatir menghadapi kondisi pasar di akhir tahun karena kecenderungan pasar yang bullish lebih besar.
Baca: Di Jepang, Menhub Lapor Kontraktor Terlalu Tinggi Patok Harga Proyek MRT Fase 2