“Kemudian, Cina juga ingin mengurangi potensi penyebaran jaringan teroris terkait muslim Uighur di Xinjiang,” ujar Zulfikar.
Sebagai negara yang kerap dilanda perang, Afghanistan memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Sebanyak 50 persen warga Afghanistan, kata Zulfikar, hidup di bawah garis kemiskinan.
Selan itu, 5,5 juta penduduknya mengalami masalah ketahanan pangan. Dari sisi negara, pemerintah setempat mencatatkan defisit neraca perdagangan mencapai 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau GDP. Kredit sektor swasta hanya mencapai 3 persen dari GDP, namun belanja keamanan menembus 28 persen dari GDP pada 2019.
“Wajar kemudian Afghanistan dijuluki sebagai negara gagal. Ranking GDP-nya berada di papan bawah pada urutan 213 dari 228 negara dan rangking hutang publik di posisi 202 dari 228 negara,” kata Zulfikat. Dengan kondisi ini, Afghanistan memiliki ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sampai 80 persen.
Baca: Biaya Kereta Cepat Melonjak jadi Rp 113,9 Triliun, Faisal Basri: Proyek Mubazir