Kasus BLBI bermula dari krisis keuangan pada periode 1997-1999. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan krisis tersebut membuat perbankan mengalami kesulitan. Akhirnya, pemerintah dipaksa melakukan blanket guarantee kepada seluruh perbankan.
Dalam situasi krisis tersebut, Sri Mulyani mengatakan banyak bank mengalami penutupan, merger, atau akuisisi. Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, BI pun memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang mengalami kesusahan.
BLBI tersebut dibiayai dalam bentuk Surat Utang Negara. Saat ini, SUN tersebut masih dipegang BI. Akibatnya, selama 22 tahun ini pemerintah terus membayar pokok dan bunga utangnya.
"Jelas pemerintah selama 22 tahun menanggung yang disebut langkah langkah untuk menangani persoalan perbankan dan keuangan yang bebannya hingga saat ini," kata Sri Mulyani.
Selanjutnya, kata dia, untuk mengompensasi langkah penyelamatan tersebut, pemilik bank atau debiturnya harus mengembalikan dana tersebut. Itu lah yang kemudian disebut tagihan program BLBI. Karenanya, menurut Sri Mulyani persoalan BLBI adalah persoalan yang sudah sangat lama.
Sri Mulyani mengatakan total kewajiban BLBI yang masih dikelola adalah Rp 110,45 triliun. Karena itu Satuan Tugas BLBI akan bertugas semaksimal mungkin untuk mendapatkan kembali kompensasi dari nilai tersebut.
Baca juga: Satgas BLBI Bakal Sita Lagi 1.672 Bidang Tanah Seluas 15,2 Meter Persegi