Menurut Yenny, Garuda telah bernegosiasi dengan lessor untuk mengembalikan pesawat Bombardier. Maskapai menggunakan kasus hukum sebagai alasan kuat untuk tidak lagi mengoperasikan armada tersebut. Bahkan, Garuda meminta kompensasi atas adanya kasus hukum yang merugikan perusahaan.
“Kita terbantu oleh KPK, Kementerian Hukum dan HAM. Kita minta tolong pemerintah agar Garuda bisa dapat kompensasi dan koordinasi agar kasus korupsi ini minimal ada ganti ruginya,” kata Yenny.
Adapun ihwal kasus korupsi di Garuda, Yenny mengatakan saat ini pihak-pihak yang terlibat sudah diproses secara hukum. Bila pesawat dikembalikan, Garuda bisa menghemat biaya operasionalnya hingga miliaran dolar.
Garuda melakukan pengadaan pesawat Bombardier CRJ 1000 sejak 2012 hingga 2015 secara bertahap. Pesawat ini melayani rute pendek di Indonesia Timur pada awal pengoperasiannya. Pada 2013, perusahaan membuka rute baru yang melayani penerbangan dengan Bombardier untuk rute Makassar-Lombok, Surabaya-Semarang, dan Tarakan-Balikpapan
Pada Februari lalu, Garuda mengumumkan sedang mengevaluasi kontrak sewa 12 pesawat Bombardier dari total 18 pesawat yang ada. Keputusan pengembalian pesawat atau early termination ditandai dengan pemberhentian operasi 12 armada Bombardier sejak 1 Februari 2021.
Sebanyak 12 armada itu disewa Garuda menggunakan skema operating lease dari lessor Nordic Aviation Capital dengan masa sewa hingga 2027. Sedangkan enam armada lainnya menggunakan skema financial lease dengan penyedia financial lease Export Development Canada. Masa sewa pesawat itu sampai 2024.
Baca: Lion Air Group Tawarkan Voucher Tes PCR Rp 285.000 dan Antigen Rp 35.000