TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Sunspirit for Justice and Peace Labuan Banjo, Venan Haryanto, menilai permintaan Komite Warisan Dunia UNESCO untuk menyetop proyek infrastruktur Taman Nasional Komodo merupakan angin segar bagi masyarakat dan aktivis lingkungan. Proyek itu telah mendapatkan penolakan oleh berbagai pihak sejak 2018.
“Dengan peringatan keras dari pihak UNESCO selaku pihak yang bertanggung jawab atas TNK (Taman Nasional Komodo) ini tentu menjadi vitamin baru bagi publik dan perhatian terhadap konservasi serta kehidupan warga di dalam kawasan TN Komodo,” ujar Venan kala dihubungi Tempo, Senin, 2 Agustus 2021.
Aktivis lingkungan dan masyarakat menilai pembangunan sarana-prasarana Taman Nasional Komodo dan sekitarnya yang bernilai fantastis akan mengancam habitat komodo. Pembangunan ini juga tidak sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 306 Tahun 1992 tentang pembentukan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan alami.
Venan berharap pemerintah menghentikan seluruh pembangunan yang masih berjalan di Pulau Rinca setelah surat UNESCO terbit. Pemerintah, kata Venan, harus mendengarkan masukan dari berbagai pihak.
Selain itu, dia meminta pemerintah mengevaluasi lagi rencana pembangunan resor ekslusif yang melibatkan pihak swasta, seperti PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca, PT Komodo Willdlife Ecotourism di Pulau Padar dan Komodo, serta PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa.