TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, mengkritik langkah pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 yang masih terus menyeimbangkan sisi ekonomi dan kesehatan di tengah merebaknya varian baru virus Corona. Semestinya menurut dia, penanganan wabah mutlak dilakukan dari sisi kesehatan.
“Pak Presiden (Joko Widodo) tolong jangan bicara rem, gas, rem gas. Sekarang rem paling ampuh adalah lockdown. Tapi ini kan enggak akan dilakukan,” ujar Faisal dalam diskusi daring, Ahad, 20 Juni 2021.
Faisal menyayangkan sikap pemerintah yang lebih banyak membicarakan masalah perbaikan ekonomi ketimbang mengatasi krisis kesehatan. Kondisi itu terjadi karena penanganan pandemi Covid-19 masih dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Di tengah meningkatnya kasus Covid-19, wewenang Menteri Kesehatan pun seolah-olah kalah. “Dulu saya optimistis dengan Menteri Kesehatan yang baru. Tapi kelihatannya sekarang kalah pamor karena dari segi komando dia (Menteri Kesehatan) di bawah Menko Perekonomian,” ujar Faisal.
Padahal berdasarkan konsensus ekonom dunia, Faisal menyebut krisis kesehatan harus lebih dulu diselesaikan sebagai persyaratan pemulihan ekonomi. Bila krisis dari sisi kesehatan tak tertangani dengan baik, ongkos pemulihan pasca-Covid 19 akan semakin mahal.
“Konsepnya adalah kemutlakan kesehatan diselesaikan. Urusan menteri-menteri ekonomi adalah mencari uang kalau perlu mencari utang untuk menyelesaikan ini semua kalau recovery terjadi,” ujar Faisal.
Seumpama pandemi Covid-19 terus-menerus berlangsung, kata Faisal, pihak yang akan merasakan beban terberat adalah daerah. Musababnya, pendapatan daerah selama ini bersumber dari pajak kendaraan bermotor serta pajak hotel dan restoran. Dua sektor itu diprediksi belum akan bangkit jika pandemi tidak mereda.
“Jadi ayo kita pahit dua minggu, pemerintah cari uangnya sesuai undang-undang,” ujar Faisal Basri.
BACA: Faisal Basri: Panglima Perang Covid-19 Apa-apa Bicara Ekonomi, Sekarang Diam Membisu
FRANCISCA CHRISTY ROSANA