Parahnya, tahu yang diproduksi terancam dibuang karena dipastikan dalam kondisi rusak. "Saya juga merumahkan sementara tiga karyawan. Siang ini juga sudah tutup tidak ada produksi," kata Rusman.
Seorang perajin tahu lainnya, Surono, mengatakan kedelai yang digunakan untuk produksi tahu selama ini adalah impor dari Amerika Serikat. Harga bahan pokok tahu tersebut lebih murah dibandingkan kedelai lokal.
Sayangnya, kedelai lokal cocok yang harganya lebih mahal itu juga tak cocok diolah menjadi tempe ataupun tahu. "Terpaksa mogok kembali, kondisinya seperti ini."
Sementara itu, Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin mengatakan, penurunan produksi mulai dilakukan oleh perajin di wilayah Jawa Barat. Hal ini dilakukan demi menekan kerugian yang bisa timbul karena perajin tidak bisa langsung menaikkan harga jual tahu dan tempe.
“Harga kedelai sudah naik Rp 400 per kilogram, tetapi kami belum bisa menaikkan harga tahu dan tempe, sehingga kami memilih mengurangi produksi 30 persen karena pertimbangan modal," ujar Aip. Jika sebelumnya modal bisa digunakan untuk memproduksi 100 kilogram kedelai, sekarang hanya bisa dapat 70 kilogram saja.
BISNIS
Baca: Kemendag Jamin Harga Tahu Tempe Stabil Meski Harga Kedelai Dunia Naik