Gulat menyatakan ada lima faktor pendorong harga CPO dunia meningkat meskipun saat yang bersamaan ekonomi global melemah seiring Covid-19. Pertama, tingginya serapan CPO Domestik dengan B30 yang mencapai 7,226 juta ton CPO pada 2020 sehingga mengakibatkan kelangkaan CPO dunia dan berlakulah teori ekonomi.
Kedua, dunia tidak bisa lepas dari ketergantungan CPO Indonesia, meskipun banyak negara sebagai penghasil minyak nabati dari tanaman selain sawit, namun efisiensi ekonomisnya 9,8 kali lebih mahal dibanding sawit (jika ditinjau dari penggunaan lahan).
Ketiga, faktanya tangki penimbunan CPO di negara-negara importir CPO Indonesia hanya terisi 30-60 persen dari total kapasitas normalnya karena terjadi kelangkaan CPO dunia, dengan demikian permintaan komoditas tersebut akan terus melaju.
Keempat, terjadi penurunan aktivitas budi daya tanaman penghasil minyak nabati di Eropa dan negara penghasil minyak nabati lain (selain sawit), dampak pandemi COVID-19. Sementara dari hasil survey Apkasindo di 22 provinsi pada 2020) memperlihatkan aktivitas agronomi dan agroindustri kelapa sawit sama sekali tidak terganggu.
Kelima tujuan negara pengimpor CPO Indonesia mendatangkan CPO bukan hanya untuk kebutuhan konsumsi seperti digaungkan selama ini, tetapi juga untuk kebutuhan biodiesel, bahan bakar lainnya dan resell (menjual kembali).
"Kelima faktor inilah menjadikan harga CPO meningkat drastis. Sesungguhnya tanpa kejadian Pandemi Covid-19 pun harga CPO akan semakin naik. Kata kuncinya serapan domestik CPO Indonesia melalui program biodiesel," jelasnya.