TEMPO.CO, Jakarta – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN hanya akan berfokus mengembangkan pembangkit listrik berbasis tenaga energi baru-terbarukan atau EBT setelah proyek 35 ribu megawatt kelar. Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan entitasnya mengejar target nol emisi pada 2050.
“Memamg kami pahami di tempat-tempat terpencil, kami harus tetap mix karena tidak mudah untuk menerapkan (sepenuhnya) EBT di tempat itu. Tapi kami akan sediakan PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) dengan baterai,” ujar Zulkifli dalam konferensi pers yang secara virtual, Jumat, 7 Mei 2021.
PLN mendukung rencana pemerintah mengurangi emisi gas rumah kaca dari penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap. Pada 2025, pemerintah menargetkan Indonesia bisa mencapai bauran EBT sebesar 23 persen.
Menurut Zaini, pengembangan EBT sebagai sumber energi akan mengurangi ketergantungan negara terhadap impor bahan bakar minyak atau BBM yang terus bertambah setiap tahun. Ia berujar, kebutuhan energi listrik Indonesia pada 2060 akan mencapai 1.800 TWh.
Jika dihitung dengan pasokan listrik saat ini yang sebesar 300 TWh, berarti Indonesia masih membutuhkan daya 1.500 TWh pada 39 tahun mendatang. Kebutuhan itu diyakini bisa tercukupi dengan bauran EBT. Apalagi, kata dia, potensi EBT di Indonesia sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Untuk mengejar target pemenuhan bauran EBT, PLN memiliki rencana melakukan cofiring pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batu bara. Cofiring merupakan upaya untuk meningkatkan pembakaran bahan bakar dengan kandungan energi yang rendah.