“Kemudian Twitter, Instagram, sampai saat ini juga tidak ada kompetitornya. It’s gonna be hard,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu di Indonesia, ia menyoroti perusahaan-perusahaan digital besar. E-commerce, misalnya, saat ini dikuasai Tokpedia, Shopee, dan Bukalapak. Sedangkan perusahaan ride hailing yang telah berkembang menjadi perusahaan multiaplikasi kini masih dikuasai dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek.
Di sisi lain, demokratisasi teknologi dalam pasar kerap tak bisa tercipta karena perusahaan rintisan yang memiliki potensi dapat langsung dicaplok oleh perusahaan jumbo. Akibat diguyur modal kuat, perusahaan rintisan itu akan cepat berkembang dan berpotensi tidak memiliki kompetitor sehingga dengan mudah bisa menguasai pasar.
Sedangkan perusahaan-perusahaan rintisan lainnya yang baru akan muncul dan bergerak di bidang serupa bakal kalah dari sisi pendanaan. “Ada orang jenius, bikin program dan ide, belum sampai IPO, dia butuh banyak (modal untuk) startup, langsung di makan saja (oleh perusahaan besar) sehingga kompetisi tidak sempurna,” kata Sri Mulyani.
Baca: Sentil Koruptor, Sri Mulyani: Kalau Masih Ada yang Korupsi Pajak, Pasti Hengki-Pengki