“Rencananya kerjasama itu akan ditandatangani saat kunjungan Presiden Korea Selatan bulan Desember mendatang,” ujar Soen'an di kantor DKP, hari ini. Rencana kerjasama itu dibicarakan dalam pertemuan 2nd International Bioenergy di Seoul akhir Oktober lalu. Jenis rumput laut yang akan digunakan adalah Gelaidine yang akan dibudidayakan di Maluku Belitung Timur dan Lombok dengan luas lahan pembiakan masing-masing 20.000 hektare, 10.000 hektare, dan 4.000 hektare. Namun, Soen'an belum dapat memeberi gambaran berapa nilai investasi untuk proyek itu.
Korea Institute of Industrial Technology dilaporkan telah mengembangkan penelitian pemanfataan rumput laut untuk biodiesel di Korea dan beberapa negara lainnya. Negara yang telah menjajaki sumber energi itu adalah Amerika Serikat, Kanada, India dan Selandia Baru.
Biaya untuk menciptakan satu liter bahan bakar nabati dari rumput laut itu US$ 2 per liter dan dalam tiga tahun akan ditekan menjadi US$ 1 per liter. Tiap hektare lahan rumput laut diperkirakan akan menghasilkan bahan bakar 136,900 liter, di bawah produktifitas tumbuhan lain seperti jagung, kedelai, atau sawit.
Penggunaan bahan bakar nabati sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan minyak bumi atau bahan bakar hidrokarbon yang berbahan dasar fosil pernah dijajaki secara luas oleh Uni Eropa dan negara-negara di Amerika. Namun, pada awal 2008 Uni Eropa memutuskan mengevaluasi rencana itu karena industri bahan bakar nabati membuat harga pangan dunia melambung serta mengancam ketersediaan pangan bagi manusia.
Dian Yuliastuti