Optimisme serupa disuarakan oleh Bank Indonesia yang memasang proyeksi pertumbuhan kredit 2021 sebesar 7 -9 persen. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan momentum pemulihan ekonomi mendukung upaya perbaikan kinerja penyaluran kredit. “Terlebih kondisi likuiditas perbankan sudah sangat cukup dan didukung oleh suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate yang rendah,”
Bahkan level suku bunga acuan saat ini merupakan level terendah sepanjang sejarah yaitu sebesar 3,75 persen. Perry menambahkan dari sisi risiko, kebijakan perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit hingga 2022 diyakini bakal meringankan beban perbankan dan pelaku sektor riil.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan proyeksi otoritas dan bank sentral tersebut berpotensi meleset, karena pemulihan ekonomi yang cenderung bergerak lambat. “Targetnya masih overshoot, apalagi bank juga dalam posisi berhati-hati menyalurkan pinjaman baru,” ujarnya. Tingkat risiko kredit bermasalah masih mengancam perbankan, meski setelah relaksasi selesai dilakukan. “Beberapa debitur terancam tidak bisa melunasi pinjaman walau sudah direstrukturisasi.”
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menuturkan jika dibandingkan dengan tahun lalu, pertumbuhan kredit 2021 memang berpotensi jauh lebih baik. “Namun realistisnya belum akan setinggi 7 persen, masih di kisaran 3-4 persen,” ucapnya.
Pengendalian pandemi yang belum sepenuhnya optimal masih membayangi laju pemulihan ekonomi, sehingga lebih lambat dibandingkan dengan ekspektasi pemerintah sebelumnya. “Kondisi rendahnya permintaan kredit seperti yang terjadi pada tahun lalu masih berpeluang terjadi di tahun ini.” Percepatan pelaksanaan program vaksinasi yang efektif pun bakal menjadi faktor penentu pendorong pemulihan ekonomi.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan dibutuhkan terobosan kebijakan untuk menggenjot penyaluran kredit secara signifikan. “Kami belum melihat adanya gejala pembalikan arah perkembangan pertumbuhan kredit, jadi kelihatannya masih akan negatif kalau tidak melakukan kebijakan agresif untuk memberi stimulus kepada sektor riil,” katanya.
Menurut Purbaya, hal ini turut menjadi fokus pembahasan di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), yaitu agar dana yang saat ini banyak mengendap di perbankan dapat segera tersalurkan. “Kami berharap gerak pertumbuhan dapat mulai terjadi di Februari mendatang.”
BACA: Bank Indonesia Injeksi Likuiditas Perbankan Rp 726,57 T pada 2020