Keunggulan lainnya, kata Basuki, adanya mekanisme baru untuk optimalisasi proyek antar kegiatan. Dengan demikian, kualitas output menjadi lebih baik karena dilakukan monitoring dan evaluasi selain PUPR, juga oleh Bappenas dan Kemenkeu.
"Jadi lebih banyak pengawasnya, sehingga para Satker di PUPR akan lebih meningkatkan kehati-hatiannya, baik dari segi tata kelola maupun pekerjaan. Bukan berarti di luar SBSN kualitasnya jelek, tapi ini lebih dijaga kuakitasnya karena diawasi oleh banyak mata," ujar Basuki.
Ke depannya, Basuki merekomendasikan beberapa hal agar SBSN bisa menjadi alternatif pendanaan yang ;ebih baik. Pertama, ia mengusulkan pagu SBSN ditetapkan per program, bukan per kegiatan, dengan jangka waktu tertentu.
"Kalau saat ini pagunya masih pada level kegiatan itu yg menjadikan fleksibilitasnya lebih rendah atau lebih rigid dari DIPA reguler," ujar Basuki. Ia juga mengusulkan alokasi SBSN dapat digunakan kembali untuk kegiatan yang lain dalam rangka peluncuran proyek utama.
Dengan demikian, kalau ada sisa lelang, dana tersebut bisa dipakai untuk sesama pekerjaan SBSN di tempat lain. "Sehingga masih bisa mempercepat penyerapan dan penyelesaian proyek," tuturnya. Ia pun mengusulkan adanya satu rekening khusus per unit organisasi pengelola SBSN.
Saat ini sejumlah proyek di Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga telah dibiayai oleh surat utang SBSN. Basuki mengatakan proyek di kementeriannya mulai ada yang dibiayai surat utang tersebut sejak 2015.
Baca: Yusuf Mansur ke Investor yang Utang Buat Main Saham dan Rugi: Banyak Istighfar