"Kami kemarin terbuka aja. Pertama 1,2 juta vaksin, ternyata delapan provinsi enggak bisa menampung. Terus terang kami agak panik. Karena kapasitas mereka sudah penuh dan di kita enggak terdaftar itu penuh," ujar Budi dalam rapat bersama Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 13 Januari 2020.
Budi mengatakan distribusi dari tingkat provinsi ke fasilitas kesehatan tidak bisa dipantau secara langsung layaknya distribusi dari PT Bio Farma (Persero) ke provinsi. Padahal, tutur dia, suhu vaksin harus terus dijaga.
"Di Bio Farma kita bisa lihat at anytime, detik by detik, secara online kemana bergerak suhu keliatan. Tapi begitu serah terima ke provinsi, data itu hilang," ujar Budi.
Ia mengatakan pemantauan tersebut tidak bisa dilakukan lantaran infrastrukturnya belum siap secara merata di 34 provinsi."Jadi dari provinsi ke kabupaten-kota, dari kabupaten-kota ke puskesmas, kita harus bergantung ke sistem manual."
Padahal, sistem manual di setiap wilayah pun, menurut dia, bervariasi tergantung perhatian pemeritah setempat. Artinya, ada sistem yang terjaga baik, ada pula yang tidak diperhatikan.