"Petani pilih padi dan jagung saja, lebih mudah tanam padi diselingi dengan jagung, daripada padi dengan kedelai, walau tanah lebih subur. Karena kedelai itu punya unsur N. Beda dengan di Latin Amerika, mereka tanam jagung dan kedelai saja," ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua Pusat Perbenihan Nasional (P2N) SPI, Kusnan. ia mengatakan kedelai menjadi salah satu komoditas yang tidak menarik bagi petani sekarang ini.
"Sudah produksinya sedikit, harganya murah lagi, dulu harga kedelai 1,5 kali harga beras. Sekarang, siapa yang mau tanam kedelai kalau cuma dihargai Rp 6.000 atau setengah dari harga beras? Ya jelas kedelai kalah dengan komoditas lain seperti padi, jagung, maupun hortikultura lainnya seperti kangkung, dan kacang hijau," ujarnya
Di samping itu, ia mengatakan, kedelai adalah tanaman sub tropis. "Jadi di sini produktivitasnya di bawah sub tropis. Meskipun demikian produktivitasnya masih bisa ditingkatkan; baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi," terangnya.
Kusnan menyebut persoalan dalam peningkatan produksi adalah sistem budidaya kedelai masih dilihat sebelah mata oleh pemegang kebijakan. Contohnya, untuk benih masih belum ada identifikasi varietas mana yang unggul, serta standar SOP dalam budidaya. "Selain itudaerah mana yang berpotensi juga belum terpetakan secara maksimal, belum juga harga, dan lainnya."
Dulu, kata Kusnan, sempat ada ada varietas kedelai gepak ijo, gepak kuning, dan galunggung. Namun kedelai ini sudah tidak diminati oleh petani karena bijinya kecil dan bisa merambat namun bisa ditumpangi dengan tanaman jagung. Kemudian, ada varietas kedelai wilis yang bijinya besar dan kedelai grobogan yang diminati petani namun produksinya masih di bawah empat ton per hektare.