TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI yang juga Ketua Umum Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso mengingatkan industri perbankan untuk tetap berhati-hati dalam mengelola keuangan meski tingkat kredit macet (NPL) masih relatif rendah di tengah pandemi Covid-19.
Pasalnya, kata Sunarso, NPL yang rendah tak sepenuhnya menggambarkan kondisi riil di lapangan. Karena rendahnya NPL bisa jadi imbas dari kebijakan relaksasi ketentuan tentang kolektabilitas kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
"NPL rendah karena kebijakan, tapi sebetulnya substansinya itu apakah benar risikonya serendah itu?" ujar Sunarso saat menjadi pembicara dalam CEONetworking 2020 di Jakarta, Selasa, 24 November 2020.
Artinya, Sunarso menyarankan industri perbankan fokus pada loan at risk, dan bisa hanya menggunakan patokan NPL untuk melihat dampak dari pandemi dan mengantisipasinya. Kalangan perbankan juga disarankan tak perlu terlalu mengejar laba di masa pandemi.
"Gak usahlah kita itu terlalu menggebu-gebu mengejar laba. Kalau ada income itu baik, tapi mungkin income itu di-saving atau di-celengi untuk dijadikan cadangan," ucap Sunarso.
Sebab, menurut Sunarso, pendapatan bank juga harus disiapkan untuk mengantisipasi risiko NPL. "Itu yang loan at risk, itu akan menjadi lebih penting dan lebih bijak. Sehingga saat seperti ini sebenarnya intinya biar selamat dulu deh, untung kemudian."
Per September 2020 NPL empat bank Himbara mencatatkan NPL di bawah 5 persen. PT NPL Bank Mandiri (Persero) Tbk. misalnya mencapai 3,5 persen, BRI 2,9 persen, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 3,8 persen, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. 4,7 persen.
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir sebelumnya menanggaou tentang turunnya pendapatan sejumlah yang masuk dalam Himbara belakangan ini. Ia juga menanggapi pemberitaan yang membandingkan pendapatan bank pelat merah lebih kecil ketimbang yang diraup oleh PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA.