“Meski pemerintah memberikan relaksasi, 3 bulan terakhir, tapi masih sangat jauh dari kondisi normal,” ujarnya. Ia melanjutkan, pada kondisi pandemi, pungutan pajak dari bisnis rumah makan hanya terkumpul Rp 10 miliar per bulan. “Sempat meningkat selama relaksasi, menjadi Rp 15 miliar per bulan.”
Gungun pesimistis perolehan pajak tahun ini bisa memenuhi target. Sebab, ada banyak kendala yang dihadapi di tengah pandemi ini. Misalnya, kebijakan relaksasi pajak yang membuat tindakan represif kepada para penunggak tidak dapat diterapkan. “Paling kami hanya bisa mengimbau dan mengingatkan,” ujar dia.
Berkurangnya pendapatan pajak tersebut berbanding lurus dengan kondisi bisnis hiburan dan wisata yang lesu selama pandemi. Padahal, Kota Bandung sangat bergantung pada sektor ini. Selama tiga tahun terakhir, pajak restoran dan hotel menyumbang rata-rata 30-35 persen penerimaan pajak daerah.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Herman mengatakan, tingkat keterisian hotel dan restoran di Kota Bandung selama pandemi ini sangat rendah. Saat ini, rata-rata tingkat okupansi cuma 50 persen. “Dengan minimnya pengunjung, pemilik hotel dan restoran sulit membayar pajak,” kata Hermawan.
Meski rendah, tingkat okupansi di Kota Bandung tersebut termasuk yang paling baik dibandingkan kota-kota lain di Jawa Barat. Rata-rata okupansi di Jawa Barat hanya 35 persen.
Baca: Sri Mulyani: Target Penerimaan Pajak Tahun Ini Berpotensi Tak Tercapai
IQBAL T. LAZUARDI S