“Kebutuhan likuiditas yang kami perlukan Rp120 triliun, sudah tersedia sampai tahun 2020 Rp39,7 triliun, di mana Rp27 triliun adalah PMN. Kami juga melakukan pinjaman Rp31 triliun, jadi kami masih perlukan PMN Rp80,5 triliun,” imbuhnya.
Budi melanjutkan agar aliran kas BUMN ini aman hingga 2023, pihaknya setidaknya membutuhkan Rp3 triliun namun dengan catatan proyeksi keuangan merugi karena depresiasi hingga tahun 2029.
Ia memproyeksi pendapatan korporasi setelah pajak (EAT) 2021-2029 akan minus dan baru akan positif diperkirakan tahun 2030.
“Kekurangan cashflow ini akan ditutup dengan CDS (Cash Deficiency Support/fasilitas pinjaman), dari beberapa bank sudah menyampaikan kesanggupan untuk mendukung CDS ini sampai Rp18 triliun,” katanya.
Dukungan CDS itu, kata dia, akan didapatkan dari Bank Mega dan PT Sarana Multi Infastruktur (SMI).
Pemerintah menggelontorkan Penyertaan Modal Negara (PMN) 2020 sebesar Rp3,5 triliun yang sudah cair dan Rp7,5 triliun dari alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih ditunggu.