Kesepuluh sektor tersebut secara berurutan dari yang terbesar adalah industri mesin, kimia, logam, elektronika, makanan, peralatan listrik, tekstil, kendaraan bermotor, barang dari logam, dan karet dan barang dari karet. Total nilai impor sepuluh sektor manufaktur tersebut mencapai Rp 1.676 triliun tahun lalu.
Agus menilai pengurangan nilai impor pada sektor-sektor tersebut dapat mendorong pendalaman struktur industri. Alhasil, akan ada peningkatan investasi dan penyerapan tenaga kerja baru.
Selain pengurangan impor, strategi lainnya adalah peningkatan utilisasi produksi seluruh sektor manufaktur. Seperti diketahui, utilisasi sektor manufaktur anjlok ke level 40 persen pada awal masa pandemi.
Adapun, Agus meramalkan kondisi utilisasi sektor manufaktur baru akan kembali seperti kondisi prapandemi atau di kisaran 75 persen pada akhir 2021. Setelah itu, implementasi peta jalan substitusi impor akan membuat utilisasi sektor manufaktur meningkat ke level 85 persen atau sama dengan realisasi akhir 2000.
Menurutnya, strategi peningkatan utilisasi akan difokuskan untuk mengakomodir tenaga kerja terdampak pandemi Covid-19, sedangkan pengurangan nilai impor untuk memfasilitasi tenaga kerja baru.
Adapun, lokomotif penciptaan tenaga kerja didorong oleh tiga aspek, yakni konsumsi rumah tangga, investasi, dan performa ekspor. Adapun, saat ini peningkatan konsumsi rumah tangga dan performa ekspor sulit lantaran daya beli masyarakat yang rendah.
Oleh karena itu, penyerapan tenaga kerja terdampak pandemi menjadi salah satu cara untuk meningkatkan utilisasi pada tahun ini. Selain itu, meningkatkan kemampuan belanja dalam negeri dan meningkatkan performa ekspor.
"Secara umum, upaya kami agar lebih menyehatkan neraca perdagangan dan juga, dalam konteks Kemenperin, kemandirian industri dalam negeri," ujarnya.
BISNIS
Baca juga: Menperin Akan Sanksi Tegas Importir Garam dan Gula Nakal