Bahlil menambahkan ketika partisipan survei tersebut ditanya apakah mau kaya, semua menjawab mau. Namun angka prosentase yang memilih jadi pengusaha sangat rendah.
"Jadi antara pilihan kerjaan dengan hasil pekerjaan itu enggak menyambung, enggak terkoneksi. Terus ada pertanyaan berikut, kenapa tidak ingin jadi pengusaha? Ternyata karena izinnya susah, bapak-ibu semua, dan saya sudah merasakan kok (susahnya mengurus izin jadi pengusaha)," kata Bahlil.
Maksud Bahlil, menjadi pengusaha di republik ini tidak semudah menjadi karyawan atau politisi. Karena pemerintah Indonesia saat itu tidak memiliki regulasi yang berpihak kepada pengusaha.
Akhirnya, kata Bahlil, pilihan jadi pengusaha hanya dimiliki oleh dua, yaitu pengusaha yang dibentuk oleh garis keturunan (nasab) dan pengusaha yang dibentuk oleh takdir (nasib).
Hal itu tentu tidak boleh dibiarkan terus-menerus. Menurut Bahlil, negara harus mendesain pola pikir generasi muda untuk menjadi pengusaha. Sehingga generasi muda mau meninggalkan pola pikir lama yaitu kalau sukses harus mencari kerja bukan membuat lapangan kerja.
Baca: BKPM Beri Sinyal Target Investasi 2021 Lebih Tinggi dari Tahun Ini