"EODB naik tajam 48 peringkat menjadi 72. Tahun 2019 dan 2020 turun 1 peringkat. Sehingga sekarang di peringkat 73," ucap Faisal. "Entah kenapa tak ada lagi paket susulan hingga 2019."
Faisal menyebutkan belasan paket kebijakan itu telah mencanangkan langkah2-langkah sistematis dan tinggal dilanjutkan. Namun kenapa pemerintah dan DPR mendorong Omnibus Law UU Cipta Kerja ini?
Soal ini, Faisal menduga, bisa jadi Presiden Jokowi tidak puas karena target awal pemerintah bahwa EODB harusnya naik ke peringkat 40. Walaupun sebetulnya, bukti menunjukkan perbaikan telah membuahkan hasil.
"Itu sudah lebih dari separuh jalan terlampaui. Ketertinggalan dengan Vietnam sebanyak 21 peringkat berhasil dipangkas menjadi hanya 3 peringkat. Indonesia 73, Vietnam 70. Selisih dengan Brunei juga menyempit dari 61 jd 7 peringkat. Ini luar biasa, ini patut disyukuri. Artinya sudah di jalur yang benar," ucap Faisal.
Jika ingin memperbaiki, kata Faisal Basri, pemerintah bisa fokus di sejumlah elemen yang jadi perhatian di EODB tersebut. Dari 10 elemen, empat di antaranya sudah bagus kinerjanya yakni: resolvin insolvencgy, getting electricity, getting credit dan protecting minority investor. "Bahkan untuk elemen pertama dan terakhir telah menembus 40 besar, elemen getting credit sudah mendekati 40 besar."
Namun pemerintah disebut kecolongan karena ada satu elemen mengalami pemburukan luar biasa yakni trading across borders. "Bayangkan pada 2014, RI sudah di peringkat ke-54, tahun ini melorot ke urutan 116. Jika elemen ini saja dikembalikan ke posisi semula, niscaya peringkat kita menyusul V," ujarnyaietnam.
Ditambah lagi dengan perbaikan sejumlah elemen seperti registering property dan dealing with construction permits, menurut Faisal Basri, peringkat EOB Indonesia bisa mencapai target 40 besar seperti yang dicanangkan Persiden Jokowi. "Bahkan terbuka peluang menembus 30 besar dalam waktu tidak terlalu lama."
RR ARIYANI
Baca: Faisal Basri Sebut Akan Ada 'Hantu Baru' Omnibus Law yang Datang, Ini Maksudnya