Dalam laporan Global Competitiveness Index, ujar Bhima, masalah instabilitas kebijakan berada di urutan kelima sebagai penyebab rendahnya daya saing Indonesia untuk menggandeng masuknya pemodal. Ketidakpastian Omnibus Law yang dibuat secara tergesa-gesa pun dinilai menambah rentetan panjang masalah bagi kepastian kebijakan tersebut.
Di sisi lain, Bhima menilai respons investor asing terhadap UU Cipta Kerja cenderung kurang positif karena pengesahannya menuai polemik. “Dalam sepekan terakhir, investor asing mencatatkan nett sells atau jual bersih di pasar modal sebesar Rp 7,97 triliun,” ucapnya.
Sejauh ini terdapat tiga versi naskah UU Cipta Kerja setelah disahkan. Ketiganya adalah versi 905 halaman, 1.035 halaman, dan 812 halaman. Tempo pun memeriksa naskah UU Cipta Kerja versi 812 halaman.
Dalam naskah terbaru ini ada penambahan di antara Bab VIA, Bab VI dan Bab VII. Bab ini mengatur tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang Berkaitan dengan Pajak dan Retribusi. Bab VIA ini terdiri atas enam pasal. Ada tiga pasal tambahan, yakni Pasal 156A, Pasal 156B, dan Pasal 159A.
Kemudian ada penambahan dan perubahan ayat pada Pasal 157 dan 158. Dalam pasal yang menyangkut pesangon, narasi Undang-undang juga berubah. Frasa “paling banyak” dalam aturan pemberian pesangon di naskah versi teranyar tak ada lagi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: Menaker Beberkan Sebab Besar Pesangon PHK Lebih Rendah di UU Cipta Kerja