TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah membeberkan alasan penetapan besar pesangon yang akan diterima pekerja atau buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti yang diatur dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja.
Dalam aturan yang baru disahkan pada Senin lalu itu, disebutkan besar pesangon diberikan maksimal 25 kali upah dengan skema pembayaran 19 kali oleh perusahaan. Sisanya, enam kali melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Secara total, besar pesangon di UU Cipta Kerja ini lebih kecil dari jumlah yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Jumlah maksimal pesangon kalau di UU 13 itu 32 kali,” ujar Ida, Kamis, 8 Oktober 2020.
Ida menyebutkan, hal ini didasari pada pertimbangan pemerintah yang ingin memastikan pekerja atau buruh benar-benar mendapat pesangon yang menjadi haknya. “Jadi kalau angkanya (pesangon) tinggi, tapi tidak dapat diterima sama juga dengan bohong,” katanya dalam sosialisasi tentang UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan yang disiarkan melalui YouTube.
Terlebih, kata Ida, selama ini data menunjukkan sedikit sekali pekerja yang menerima hak pesangon sesuai yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. "Dengan UU Cipta Kerja ini, pengusaha wajib membayar pesangon, dan pemerintah memberi jaminan lewat JKP," tururnya.